Minggu, 03 Januari 2016

TRICKLE DOWN EFFECT

Hirschman dan Myrdal : inti dari teori yang disampaikan oleh hirscman dan Myrdal menjelaskan tentang dampak tetesan kebawah dan dampak penyebaran dan pengurasan. Dimana pengembangannya melalui satu titik yang diharapkan bisa mempengaruhi titik-titik yang ada disekitarnya.
Hirschman dan Myrdal : contoh yang merupakan cerminan dari teori hirscman dan Myrdal adalah wilayah muncar sebagai penghasil ikan, diman banyak sedikitnya ikan yang diperoleh maupun yang diolah selalu membawa dampak bagi lingkungan atau wilayah sekitarnya. Seperti kejadian yang ada saat ini, ketika perolehan jumlah ikan naik, produksi juga naik, maka tingkat pencemaran terhadap wilayah sekitar semakin tinggi, ini juga berdampak pada ekosistem laut yang mulai teremar. Disisi lain masyarakat wilayah lain memerlukan suplai ikan, ketika jumlah ikan semakin berkurang maka harga ikan akan semakin mahal, itu juga salah satu dampaknya. Jika saja pengolahan limbah pabrik pengolahan ikan diatur dengan baik maka keuntungan bagi wilayah muncar dan sekitarnya juga akan besar
Hirscman dan Myrdal : hamper sama dengan francois parroux, hirscman dan Myrdal juga menggunakan istilah polarisasi, namun tidak menggunakan istilah titik kutub atau pole, mereka menggunakan istilah dampak tetesan kebawah. Bedanya jika pada teori parroux yang mempengaruhi adalah polarisasinya, pada teori hirscman dan myrdal yang mempengaruhi adalah titik perkembangannya, jadi ketika terjadi krisis besar dan berkepanjangan, ketika titik perkembangan goyah, yang dibawah atau polarisasi-polarisasinya akan hancur.
Hirschman adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan disuatu tempat (titik) menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan, dan dorongan-dorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat (titik-titik) berikutnya. Hirscman (1958),  menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intensitasnya pada tempat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diutamakan pada titik originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growing Point) atau Pusat Pertumbuhan (Growing Centre).
Di sutau negara terdapat beberapa titik pertumbuhan, dimana industri berkelompok ditempat itu, karena diperoleh beberapa manfaat dalam bentuk penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan. Kesempatan investasi, lapangan kerja dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak terdapat di pusat- pusat pertumbuhan dari pada daerah belakang. Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak lain akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini tergantung pada tingkat koplementaritas antara dua tempat tersebut. Jika komplementaritas kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan kedaerah-daerah belakang  (trikling down) dan sebaliknya jika komplementaritas lemah akan terjadi pengaruh polarisasi (Keban, 1995).
Jika pengaruh polarisasi  lebih kuat dari pengeruh penyebaran pembangunan maka akan timbul masyarakat dualistik, yaitu selain memiliki ciri-ciri daerah perkotaan modern juga memiliki daerah perdesaan terbelakang (Hammand,1985, Indra Catri,1993). Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang suram namun Hirschman optimis dan percaya bahwa pengaruh  trikling-down akan mengatasi pengaruh polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan berspesialisasi pada industri dan daerah perdesaan berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya permintaan daerah perkotaan harus mendorong perkembangan daerah perdesaan, tetapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Pada khususnya ada kemungkinan besar bahwa elastisitas penawaran jangka pendek di daerah perdesaan adalah sedimikian rendah sehingga dasar pertukaran akan berubah merugikan daerah perkotaan.
Dalam jangka panjang penghematan-penghematan ekstrnal dan tersedianya komplementaritas di pusat-pusat akan menjamin penyebaran pembangunan ke daerah-daerah disekitarnya. Pada pihak lain, berdasarkan konseptual yang serupa mengenai struktur titik-titik pertumbuhan  dan daerah-daerah belakang, Myrdal (1957) menggunakan istilah Backwash effect dan spread effect  yang artinya persis serupa dengan polarisasi dan pengaruh trikling down.
Namun demikian, dalam penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup besar. Analisa Myrdal memberikan kesan pesimistis, ia berpendapat bahwa polarisasi muncul lebih kuat dari pada penyebaran pembangunan, permintaan faktor-faktor produksi akan menumpuk di daerah- daerah perkotaan yang memberikan manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan menipis. Pesimisme tersebut dapat dimaklumi karena Myrdal tidak memaklumi bahwa timbulnya titik pertumbuhan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan merupakan syarat bagi perkembangan selanjutnya dimana-mana. Pusat pemikiran Myrdal pada kausasi komulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat dengan titik balik apabila perkembangan kearah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler komulatif selalu meghasilkan penyebaran pembangunan yang lemah dan tidak kemerataan, atau dapat dikatakan bahwa mobilitas akan memperbesar ketimpangan pendapatan dan migrasi akan memperbesar ketimpangan regional. Berdasarkan pada perbedaan pandangan diatas, maka kebijaksanaan perspektif yang dianjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula.
Hirschman menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembengunan yang efektif, sedangkan Myrdal menekankan pada langkah-langkah kebijaksanaan unmtuk melemahkan backwash effets dan meperkuat sread effeetc agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah keatas, dengan demikian semakin memperkecil ketimpangan regional ( Murtomo, 1988, Indra Catri, 1993, Keban, 1995).
Gunnar Myrdal (1957) dan Aschman (1958) dalam Keban (1995), menyerang pengertian equilibrium dalam teori ekonomi dan mengemukakan ide-ide dasar tentang polarisasi pembangunan. Menurut pandangan Myrdal, daerah-daerah inti dari perekonomian  adalah magnit penguat dari kemajuan. Myrdal mengemukakan bahwa setel;ah pertumbuhan dimulai pada lokasi yang dipilih pada perekonomian bebas, arus masuk tenaga kerja, ketrampilan, modal dan komoditi berkembang secara spontan untuk mendukungnya. Tetapi arus ini meliputi efek backwash, ketidak samaan antara daerah-daerah yang  berkembang dengan daerah-daerah lain. Daerah-daerah yang sedang tumbuh mempengruhi daerah-daerah lain melalui dua kekuatan yang berlawanan , menurut model Myrdal disebut Effect backwash dan efek penyebaran (Spread effect dan backwash effect).
Efek penyebaran menunjukkan dampak yang menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerahdaerah yang kurang makmur, hal ini meliputi : meningkatnya permintaan komoditi primer, investasi dan difusi ide serta tehnologi. Dalam banyak negara-negara terbelakang, efek penyebaran terbatas pada daerah-daerah disekitar pusat-pusat herarkhi perkotaan (Murtomo, 1988, Keban, 1995). Hirschman membantah bahwa memilih dan memusatkan aktivitasnya pada titiktitik pertumbuhan adalah alami bagi para pengusaha. Pembangunan lama kelamaan tidak berimbang, pertumbuhan daerah yang sedang berkembang membatasi kapasitas pertumbuhan dimana-mana. Utara (North) menarik tenaga trampil dan tabungan dari selatan (south). Elastisitas permintaan income lebih besar untuk barang-barang buatan north, dan oleh karena itu syarat-syarat perdagangn melawan produsen south akan komoditi primernya (Jhingan,M.L.1993, Arsyad, 1988). Ide pokok dari model Hirschman adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh “effect trickling down”, ekuivalen dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling down meliputi tujuan komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal keselatan, disamping North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk menjamin meningkatnya produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi perkapirta South. Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa terjadi bila di North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri.
Myrdal dan Hirschman dengan teori polarisasi ekonominya telah mengetahui adanya daya kompensasi yang berlawanan, yakni efek-efek arus balik atau polarisasi, yang akan menghambat perkembangan diseluruh negeri. Hirschman melihat bahwa secara geografis pertumbuhan mungkin tidak perlu berimbang. Ia percaya bahwa dengan berlangsungnya waktu, efek-efek menetes kebawah (tricling down-effects) akan dapat mengatasi efek polarisasi; dan hal yang demikian akan terjadi jika ada campur tangan negara (pemerintah) dalam perekonomian. Gagasan-gagasan tersebut diatas memberikan dasar bagi tumbuhnya model pusat-pinggiran (core-periphery) dari pebrisch seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Myrdal dan Hirschman dengan teori polarisasi ekonomi menjelaskan perbedaan pembangunan/kemajuan antara core dan periphery (pusat-pinggiran). Menurut Myrdal, bila dalam suatu wilayah didirikan industri, maka akan terjadi pemusatan penduduk disekitar daerah industri tersebut. Penduduk disini memerlukan pelayanan sosial dan ekonomi, sehingga menarik para penanam modal. Akhirnya modalpun mengalir kearah itu. Industri pertama mungkin juga menarik pendirian industry lainnya baik yang menyediakan bahan mentahnya maupun industri yang mengolah bahan setengah jadi bahan yang dihasilkan oleh industri pertama. Demikianlah akan terjadi pertumbuhan yang makin lama makin pesat (Polarization of Growth”). “Polarization of growth” ini akan menimbulkan “backwash-effects” atau akibat akibat yang menghambat pertumbuhan wilayah-wilayah lain dari mana tenaga-tenaga trampil, modal barang-barang perdagangan ditarik kearah itu. Daerah yang terkena “backwash-effects” ini makin lama menjadi makin mundur dan disebut “periphery” (Henderink & Murtomo, 1988: 26)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar